AKHLAQ

KISAH

PENGHUNI SYURGA

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad hasan dan oleh Nasa’i dari Anas bin Malik r.a.:

Ketika kami duduk-duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, bersabdalah beliau, “ Atas dirimu semua kini datang seorang dari penghuni syurga. Waktu itu muncul seorang Anshar dengan jenggot sedikit basah air wudhu, sambil menjinjing kedua sandalnya dengan tangan kirinya. Esok harinya Nabi shallallahu alaihi wasallam kembali berkata demikian, dan muncul pula orang tersebut seperti saat pertama ia muncul. Ketika pada hari ketiga Nabi berkata seperti itu lagi, muncul lelaki itu seperti sebelumnya. Tatkala Nabi shallallahu alaihi wasallam berdiri, Abdullah bin Amru bin Ash segera mengikuti lelaki itu dan berkata kepadanya, “Sesungguhnya saya telah bertengkar dengan bapak saya dan bersumpah tidak akan mendatanginya selama tiga hari. Seandainya akhi (saudara) mengizinkan saya tinggal di rumah akhi selama tiga hari itu, niscaya aku akan ikut akhi pulang.” Lelaki itu menjawab, “Ya, silakan.”

Kemudian Abdullah menceritakan bahwa selama tiga hari tinggal bersamanya, tak sekalipun ia melihat lelaki itu melakukan shalat malam, kecuali setiap kali lelaki itu berbalik dari tidurnya dia menyebut nama Allah dan bertakbir hingga ia terbangun untuk melakukan shalat shubuh. Abdullah menambahkan, “Hanya saja saya tidak mendengarnya berkata selain dengan perkataan yang baik. Lewatlah sudah tiga malam, dan saya pun hamper meremehan amalnya. Kemudian kukatakan kepadanya, ”Wahai hamba Allah, sebenarnya tidak pernah terjadinpertengkaran antara aku dan bapakku, tetapi aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Mengatakan tentangmu dengan tiga kali ucapan, ’sekarang akan muncul seorang lelaki dari penghuni syurga’, selama tiga kali itu pula kau muncul, karena itu aku berusaha menginap di rumahmu untuk melihat apa yang engkau lakukan sehingga aku bisa mencontohmu, namun aku tidak melihatmu mengerjakan amalan yang besar, lalu apa sebabnya engkau bisa mencapai derajat seperti yang dikatakan Rasulullah tersebut?” Laki-laki itu menjawab, ”Tidak ada yang saya kerjakan selain apa yang kau perhatikan.” Kata Abdullah, ketika dia berpaling meninggalkannya, lelaki itu memanggilnya seraya berkata, ”Tidak ada yang saya kerjakan selain apa yang telah kauperhatikan, tetapi tidak tersimpan sedikitpun dalam hatiku keinginan untuk menipu seorangpun dari kaum muslimin atau menaruh dengki padanya atas kebaikan yang dikaruniakan Allah kepadanya. Kemudian Abdullah berkata, ”Inilah yang mengangkat derajatmu setinggi itu?!”

Definisi Akhlaq

Akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata “Khuluq” yang berarti budi pekerti/karakter, kebiasaan dan perangai. Akhlaq berakar dari kata Khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (penciptaan). Dari akar kata di atas, dalam akhlaq tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak Khaliq (Pencipta) dengan perilaku makhluuq (manusia). Akhlaq tidak saja merupakan norma perilaku yang mengatur hubngan manusia dengan manusia, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan bahkan dengan alam semesta sekalipun.

Definisi Akhlaq secara terminologis (istilah):

Imam al-Ghazali

"Akhlaq adalah sifat yang. tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.”

Dr. M. Abdullah Diraz; perbuatan-perbuatan manusia dapat dianggap sebagai akhlaqnya apabila memenuhi dua syarat sebagai berikut:

a) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan berulangkali sehingga perbuatan-perbuatan itu menjadi kebiasaan.

b) Perbuatan-perbuatan itu dilakukan dengan kehendak sendiri bukan karena adanya tekanan-tekanan yang datang dari luar seperti ancaman dan paksaan atau sebaliknya melalui bujukan dan rayuan.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlaq (khuluq) adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga ia akan muncul secara langsung (spontanitas), tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih dulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.

Sumber Akhlaq Islam

Akhlaq yang benar akan terbentuk bila sumbernya benar. Sumber akhlaq bagi seorang muslim adalah Al-Qur’an dan sunnah. Sehingga ukuran baik atau buruk, patut atau tidak, secara utuh diukur dengan Al-Qur’an dan As Sunnah. Menjadikan Al-Qur’an dan As Sunnah sebagai sumber akhlaq merupakan suatu kewajaran bahkan keharusan. Sebab keduanya berasal dari Allah dan oleh-Nya manusia diciptakan. Pasti ada kesesuaian antara manusia sebagai mahluk dengan sistem yang datang dari Allah.

Intermezzo..

lihat bagaimana ternyata manusia membutuhkan akhlaq yang tak terbatas ruang dan waktu..

Pada tahun 1918 muncul semacam kesepakatan umum di Amerika Serikat untuk menentang mabuk-mabukan setelah kebiasaan minum minuman keras begitu merata dan menimbulkan berbagai dampak negatif. Akhirnya pada tahun 1919 dikeluarkan undang-undang resmi yang melarang masyarakat minum-minuman keras. Agar undang-undang itu benar-benar dipenuhi masyarakat. Pemerintah Amerika mengerahkan alat-alat negara dan pemerintahan. Angkatan laut dikerahkan untuk menjaga kemungkinan terjadinya penyelundupan minuman keras dari luar negeri dan angkatan udara dipergunakan untuk menjaga penyelundupan lewat udara. Seluruh sarana penerangan dan propaganda telah dipergunakan untuk menjaga penyelundupan lewat udara. Seluruh sarana penerangan dan propaganda telah dipergunakan untuk menyebarkan undang-undang ini.

Diperkirakan, biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk propaganda undang-undang itu mencapai 60 juta dolar lebih. Untuk penerbitan buku-buku dan brosur-brosur saja mencapai 10 juta dolar. Ada sekitar 300 orang dihukum mati, setengah juta lebih dipenjara, dan minuman keras seharga ± 400 juta poundsterling telah disita. Namun seluruh upaya lewat jalur undang-undang ini ternyata tidak membuahkan hasil yang positif, bahkan sebaliknya yang terjadi adalah semakin merajalelanya mabuk-mabukan di kalangan masyarakat. Akhirnya pada tahun 1933 pemerintah Amerika Serikat mencabut kembali undang-undang itu dan membolehkan kebiasaan mabuk-mabukan berkembang bebas.

Apa beda antara akhlaq dan etika?

Definisi Etika

Etika berasal dari kata Yunani, Ethos yang berarti adat kebiasaan. Berbeda dengan akhlaq yang bertumpu pada kehendak Khaliq Yang Maha Sempurna, etika bersumber dari pemikiran-pemikiran serta pandangan-pandangan manusia tentang baik buruknya perbuatan manusia dalam kehidupannya, sehingga etika ini bersifat relatif (dibatasi dimensi ruang dan waktu).

KEDUDUKAN AKHLAQ dalam ISLAM

· Tujuan risalah Islam adalah kesempurnaan akhlaq

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam diutus di tengah kebejatan akhlaq kaumnya. Bahkan dunia saat itu mengalami kebobrokan moral yang merata. Maka diutuslah beliau oleh Allah AZZA WA JALLA dengan membawa petunjuk dan dienul-haq, mengubah tatanan jahiliyah menuju tatanan ilahiyah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq” (HR Bukhari)

· Islam disebut sebagai Husnul Khuluq

“Islam adalah akhlaq yang baik” (HR. Bukhari)

“Rasulullah ditanya: ‘Apakah agama itu?’ beliau menjawab: ‘Agama adalah akhlaq mulia’ (Al-Hadits)

Akhlaq Islam yang tinggi dan mulia akan menjadikan generasi yang terbaik dalam peradaban manusia. Sehingga setiap muslim hendaklah menyadari bahwa adalah berbeda akhlaq dirinya dengan orang yang tidak muslim karena Islam adalah akhlaq yang baik dan salah satu tugas Rasul diutus adalah untuk menyempurnakan akhlaq (QS. 2:111, 6:84, 33:21)

· Allah memuji Rasulnya dengan Akhlaq mulia

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) berakhlaq sangat mulia.” (Al Qalam : 4)

Allah AZZA WA JALLA tidak membiarkan kita untuk menginterpretasikan akhlaq semaunya, berstandard seenaknya, tapi juga memberikan kepada kita Rasulullah SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM yang menjadi uswah hasanah. Rasulullah SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM merupakan insan kamil, manusia paripurna, yang tidak ada satupun sisi-sisi kemanusiaan yang tidak disentuhnya selama hidupnya. Ia adalah ciptaan terbaik yang kepadanya kita merujuk akan akhlaq yang mulia.

Bagaimana kehidupan sebagai pribadinya adalah rujukan kita. Cara makan dan minumnya adalah standard akhlaq kita. Tidur dan berjalannya adalah juga standard kita. Tangisnya, senyumnya, berfikir dan merenungnya, bicaranya dan diamnya adalah juga merupakan tangis, senyum, berfikir dan merenungnya, bicara dan diamnya kita.

Kehidupannya sebagai kepala rumah tangga, anggota masyarakat, kepala negara, da'i, jenderal perang adalah rujukan kehidupan kita. Demikianlah, Rasulullah memang telah menjadi ukuran resmi yang Allah AZZA WA JALLA turunkan bagi kita, dan sampai kapanpun ini tidak akan pernah berubah.

· Menunjukkan derajat keimanan seseorang

Akhlaq merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat keislaman dan keimanan seseorang. Akhlaq yang baik adalah cerminan baiknya aqidah dan syariah yang diyakini seseorang.

“Sesungguhnya yang paling sempurna keimanannya dari orang-orang mu’min adalah yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmidzi)

Bahkan..

Akhlaq pulalah yang kemudian mengidentifikasikan manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan binatang (7:179), sehingga apabila manusia yang dalam dirinya tidak terdapat akhlaq yang selayaknya dimiliki oleh manusia, maka ia pun bisa lebih buruk dari binatang. Naudzubillah..

· Akhlaq adalah buah ibadah (QS 29:45)

Akhlaq yang mulia adalah akhlaq yang lahir dari pemahaman yang benar tentang ibadah dan buah dari ibadah itu sendiri (29:45, 2:197). Dengan kata lain bahwa pembentuk dasar akhlaq yang islami adalah aqidah yang benar (QS 5:90-91).

· Sebagai penyebab masuk surga dan penyelamat dari neraka.

”Sesungguhnya Rasulullah ditanya tentang (penyebab) banyaknya orang masuk surga, beliau menjawab: ’Bertakwalah kepada Allah dan berakhla mulia’. Dan beliau ditanya tentang (penyebab) banyaknya orang yang masuk neraka, beliau menjawab: ”Mulut dan kemaluannya (akhlaq tercela).” (HR. At-Tirmidzi)

Akhlaq juga merupakan amal terberat hamba di akhirat lho..

”Tidak ada yang lebih berat timbangan seorang hamba pada hari kiamat melebihi keluhuran akhlaqnya.” (HR. Abu Daud dan At Tirmizi)

· Rasulullah mencintai orang-orang yang berakhlaq mulia

Para pengikut Rasulullah harus berusaha mengikuti perilaku beliau, sebagai teladan utama dalam kehidupan. Rasulullah sendiri mengisyaratkan bahwa hanya dengan akhlaq mulia yang baik sajalah mereka dapat dapat dipertemukan dengan beliau di hari kiamat dan dengan akhlaq itulah mereka dicintai Rasulullah.

”Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmidzi)

Subhanallah, ternyata kedudukan akhlaq dalam Islam begitu tinggi.. So, masih ragu-ragu untuk memiliki akhlaq yang mulia?

Landasan Akhlaq seorang Muslim (QS. 5:45, 55)

Bagian–bagian akhlaq dalam ajaran Islam amat banyak jenisnya, namun, kalau diteliti seksama, semua akhlaq yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan As Sunnah merupakan cabang dari akhlaq dasar (al akhlaq al asasiyah) yang merupakan induk seluruh akhlaq Islam. Hal ini tercantum pada QS. Al-Ma’idah: 54-56.

”Hai orang-orang beriman, barang siapa di antaramu murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang mu’min dan bersikap keras terhadap orang kafir, yang berjihd di jalan Allah dan yang tiada takut terhadap orang-orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah diberikan kepada siapa yan dikehendaki-Nya dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat seraya mereka tunduk kepada Allah.Dan barang siapa yang mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman sebagai penolong-Nya maka golongan Allah itulah yang pasti menang.” (QS. Al-Ma’idah: 54-56)

Dalam surat Al-Ma’idah, Allah memberikan lima karakter yang menjadi akhlaq dasar muslim, yakni mencintai Allah dan dicintai-Nya, lemah lembut terhadap sesama mu’min, tegas terhadap orang kafir, berjihad di jalan Allah dan tidak takut dicela orang serta loyal kepada Allah, Rasul dan orang-orang beriman.

v Mencintai Allah dan dicintai Allah (QS 61:4, 2:165, 8:2, 3:31)

Karakter dasar yang pertama ini mencakup jenis akhlaq yang amat banyak. Untuk bisa dicintai Allah, tentu harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat yang memang dicintai-Nya, dan juga menjauhi sifat-sifat yang dibenci-Nya.

Dalam Al-Qur’an dan sunnah banyak dijelaskan tentang sifat-sifat yang dibenci Allah agar kita menjauhinya, misalnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (QS.2:190), orang-orang yang boros (QS. 7: 31), orang-orang yang merusak (QS.5:64), orang-orang yang dzhalim (QS.3:57), orang-orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa (QS.2:276), serta orang-orang yang berbuat sombong dan suka menyombongkan diri (QS.31:18).

Juga dijelaskan dalam Al-Qur’an sifat-sifat yang dicintai Allah agar kita melakukan dan memiliki sifat itu. Beberapa di antaranya adalah Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik (QS.2:195), orang-orang yang sabar (QS.7:36), orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya (QS.3:159), orang-orang yang adil serta orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS.2:222).

Mengenai maaf, cinta, ridha dan kasih sayang Allah Yahya bin Muadz berkata, “Maaf Allah dapat menenggelamkan dosa-dosa. Keridhaan Allah itu bisa memenuhi semua harapan. Cinta Allah itu bisa mengalahkan logika. Kasih sayang Allah dapat membuat orang tidak memerlukan apapun. Maka barang siapa yang mencintai selain Allah (lebih cintanya kepada Allah, atau cinta yang dilarang Allah), itu karena kebodohan dan kependekan pengetahuannya tentang Allah.”

Saudaraku, kita semua pasti senang disayang dan dicintai Allah. Itu bukan pilihan sukarela, mau atau tidak mau. Tetapi kita memang perlu kasih sayang dan cinta Allah itu. Maka, jangan halangi turunnya cinta dan kasihsayang-Nya. Kita sudah terlalu banyak melakukan kesalahan. Segeralah kembali kepada Allah. Cintailah Allah adalah dengan mencintai dan melakukan apa-apa yang Allah cinta dan perintahkan kepada kita dan meninggalkan apa-apa yang Allah benci dan larang dari kita.

v Bersikap lemah lembut terhadap orang mu ’min (QS 26:215)

Sesungguhnya setiap muslim itu bersaudara (QS.49:10). Mereka dipersaudarakan oleh Allah sebagai suatu nikmat dan karunia. Persaudaraan karena Allah ini tak ternilai harganya sebagaimana diungkapkan dengan indah dalam QS. Al-Anfal:63.

“Dan dialah yang mempersatukan hati mereka (orang-orang beriman. Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka.”

NB:

Akhlaq terhadap sesama muslim dapat dilihat secara rinci pada bahasan Cakupan Akhlaq: Akhlaq kepada sesama muslim (Ikhwah). Mohon dengan sangat untuk diusahakan disampaikan dalam forum ya..

v Bersikap keras terhadap orang kafir (QS 24:29)

Karakter ini adalah sikap tegas dalam menghadapi bentuk-bentuk kekafiran. Seorang muslim tidak dapat berlaku kasih sayang dengan orang-orang kafir dalam masalah yang PRINSIP (AQIDAH).

NB:

Akhlaq terhadap non-muslim dapat dilihat secara rinci pada bahasan Cakupan Akhlaq: Akhlaq kepada non-muslim. Mohon dengan sangat untuk diusahakan disampaikan dalam forum ya..

v Berjihad di jalan Allah (QS 9:24) dan tidak takut terhadap celaan (QS 3:186)

Allah menyebut jihad di jalan Allah sebagai perniagaan yangdapat menyelamatkan dari azab yang pedih. Sebagaimana firman Allah:

“Hai orang-oang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihadlah di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jira kamu mengetahui. (QS. Ash-Shaff:10-11)

Jihad juga merupakan bukti keimanan yang sesungguhnya, Allah Azza Wa Jalla berfirman

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jira mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS.Al-Hujurat:15)

Definisi Jihad

secara Bahasa: Mengerahkan segala kemampuan dalam perang atau apapun yang dikerjakan dengan segenap kemampuan

secara Istilah: Menggunakan segala kekuatan dan sarana yang mungkin digunakan untuk menciptakan perubahan umum yang menyeluruh yang dapat meniinggikan kalimat Allah Azza Wa Jalla

Macam-macam Jihad

Jihad melawan hawa nafsu

Jihad melawan hawa nafsu merupakan jihad yang paling tinggi. Sebagaimana sabda Nabi, “Seorang mujahid adalah orang yang melawan hawa nafsunya dalam mentaati Allah.” (HR. Ahmad, dengan sanad yang baik, dan dishahihkan oleh Imam Hakim).

Mengenai tahapan jihad melawan hawa nafsu ini Dr. Said Ali bin Wahf Al-Qahthani berkata, “Jihad melawan hawa nafsu ini ada empat tahapan: satu, jihad dengan blajar ilmu agama dan petunjuknya, sebab hanya dengan ilmu seseorang akan mendapatkan kebahagiaan dan kemenangan di dunia dan akhirat. Dua, jihad dengan mengamalkan ilmu, sebab ilmu yang tidak diamalkan akan membahayakan bagi pemiliknya.Tiga, jihad dengan berda’wah dengan ilmu, mengajarkan kepada orang yang tidak tahu. Karena orang yang menyembunyikan ilmunya, maka ilmu itu tidak akan memberikan manfaat kepadanya dan juga tidak akan menyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah. Empat, jihad dengan sabar atas da’wah kepada Allah, kesulitan-kesulitannya, terhadap cacian makhluk, seseorang tetap teguh menanggung semua itu karena Allah. Sebab, barang siapa yang berilmu, mengamalkan ilmunya, menakwahkannya dan saar atas da’wahnya, maka ia dipanggil sebagai orang yang mulia di kerajaan langit.” Subhanallah..

Diriwayatkan dari Fudlalah bin Ubaid, ia berkata: pada saat haji Wada’, Nabi bersada, “Maukah kalian akau memberikan kabar tentang seorang muslim yang sebenarnya?” “Yaitu seorang muslim yang lisan dan tangannya tidak dipakai untk menyakiti muslim yang lainnya; seorang mu’min yang harta dan harga diri orang lain selamat dari (fitnah)nya; seorang yang menjauhkan diri dari kesalahan-kesalahan dan dosa; seorang mujahid yang memerangi hawa nafsunya dalam melakukan ketaatan kepada Allah.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah sanad shahih).

Dari penjelasan di atas dapat kita lihat bagaimana melawan hawa nafsu merupakan bagian dari jihad. Jihad melawan musuh insyaAllah tidak akan berhasil tanpa jihad melawan hawa nafsu terlebih dahulu. Ketika seseorang berhasil melawan musuh internalnya – hawa nafsu, maka ia insyaAllah akan mampu melawan musuh di medan perang.

Jihad terhadap orang-orang fasiq atau munafik dengan menggunakan tangan, lisan, harta dan hati.

Karena Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu dengan tangan, maka dengan lisannya, jika tidak bisa dengn lisan, maka dengan hatinya dan iulah iman yang lemah.” (HR. Muslim)

Jihad melawan setan dan menolak syubhat yang dibawanya dan meninggalkan syahwat yang dipoles dengan kecantikan.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Fathir:5, “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan jangan sekali-kali janganlah setan yan pandai menipu memperdayakan kamu tentang Allah.”

Jihad terhadap orang-orang kafir yang wajib diperangi.

Rasulullah bersabda, “Perangilah orang-orang musyrik dengan harta, diri, dan lisan kalian.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nas’i, sanadnya shahih)

Pada prinsipnya, seorang muslim tidak bisa lepas dari jihad di jalan Allah, meskipun banyak orang yang berusaha memadamkan semangat jihad dari kaum muslimin lewat ucapan-ucapan mereka. Dalam Al-Qur’an sendiri juga dijelaskan bahwa celaan memang akan senantiasa ada, ditujukan kepada orang yang berjihad di jalan Allah.

“Mereka hendak memadamkan cahaya agama Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.” (QS.Ash-Shaff:8).

Namun, seorang muslim tak akan gentar dan berusaha untuk berjihad dalam segala keadaannya, sebagaimana firman Allah:

“Berangkatlah kamu dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah:41)

v Memberikan loyalitasnya hanya bagi Allah, Rasul dan orang mu’min

Seorang mu’min harus memberikan loyalitasnya secara mutlak kepada Allah semata dan mencontoh keteladanan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Dalam prakteknya, loyalitas tersebut dibentuk bersama-sama dengan mu’min yang lain sebagai kekuatan struktural.

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi yang lain. Mereka menyuruh mengerjakan yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya.”

(QS.At-Taubah:71)

Kekuatan struktural ini mutlak diperlukan oleh orang-orang yang beriman untuk merealisasikan loyalitasnya kepada Allah. Jika hal ini tidak dilakukan akan timbul kerusakan yang besar, karena orang-orang kafir melakukan permusuhannya dengan struktural. Firman Allah:

“Adapun orng-orang kafir sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS.Al-Anfal:73)

Cakupan Akhlaq (Pengayaan)

1. Akhlaq kepada Allah

Akhlak kepada Allah, yaitu untuk beriman dan bertakwa kepada Allah dengan melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala apa yang dilarang-Nya, serta memurnikan keimanannya dengan jalan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Mengenai mempersekutukan Allah (syirik), Allah menegaskan masalah ini dalam firman-Nya, ''Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.'' (QS 4:48).

Akhlaq ini merupakan representasi dari buah iman dalam bentuk perbuatan yang mencerminkan pribadi muslim yang taqwa. Mencintai Allah diatas segala kecintaan dan menjadikan cinta ini sebagai dasar untuk mencintai yang lain seperti Rasulullah, orang tua, dll (9:24), takut kepada kemurkaan dan amarah Allah dalam setiap keadaan senang maupun susah, lapang maupun sempit, senantiasa mengharapkan keridhaan Allah dalam setiap tindakan, senantiasa merasa disertai Allah dalam setiap langkah hidupnya, senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dalam berbagai keadaan serta senantiasa memperkuat hubungan dengan Allah adalah akhlaq pribadi muslim yang taqwa.

2. Akhlaq kepada Rasul

(Cat: akan banyak dijelaskan pada materi Rasulullah Tauladan Manusia Sepanjang Masa)

Akhlaq seorang muslim terhadap Rasulullah adalah dengan mengimaninya (QS.61:1), mencintainya, mengagungkannya (QS.48:7), menghidupkan sunnahnya (QS.3:130), memperbanyak shalawat (QS.33:56) dan menjadikan Rosulullah sebagal Idola.

3. Akhlaq kepada diri sendiri

Sebenarnya, akhlaq yang kita kepada Allah dan Rasul juga merupakan akhlaq kepada diri sendiri juga. Namun, kita juga diperintahkan oleh Allah untuk memperhatikan diri sendiri dan tidak melupakan bagian, hak, dan keperluan diri sendiri. Akhlaq pada diri yang baik apabila sesorang tawazun dalam hidupnya, yakni seimbang dalam memenuhi kebutuhan akalnya dengan ilmu, kebutuhan fisiknya, dan tentu saja kebutuhan ruhnya. Contoh yang mudah adalah dengan makan tidak berlebihan, makan makanan yang halal dan thayib, menjaga kesehatan, menjaga kebersihan diri, dan lainnya

4. Akhlaq kepada sesama manusia

Akhlaq terhadap orang tua:

· Bertutur kata yang mengandung kemuliaan dan merendahkan diri di hadapannya dengan penuh kasih sayang. (Q.S. Al-Israa: 23-24)

· Tidak berpaling dari semua perintahnya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. (Q.S. Al-Israa: 23-24)

· Senantiasa mendoakan mereka sebagai rasa syukur kepada Allah atas kehadiran dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua . (Q.S. Al-Israa: 23-24)

· Senantiasa mengurusinya terlebih lagi bila telah beranjak usia lanjut.

· Menjaga kepercayaan atau amanah yang telah diberikan oleh orang tua khususnya bagi kita yang sedang sekolah/kuliah dan jauh dari mereka.

Bila salah satu atau kedua orang tua kita telah meninggal dunia, maka apakah berakhir pula bakti kita kepada mereka? Jawabannya adalah tidak. Pahala berbakti tidak terputus dengan maninggalnya kedua orang tua. Banyak hal yang dapat kita lakukan sebagai amal bakti kita untuk mereka di alam sana, yaitu:

* Mendoakan dan memohonkan ampunan untuk mereka.

* Menunaikan pesan-pesannya.

* Mengadakan silaturrahmi kepada orang-orang yang selalu dihubungi oleh kedua orang tuanya.

* Memuliakan kawan-kawan dekat mereka.

(HR. Abu Daud, Ibnu Majah)

Akhlaq terhadap sesama muslim (ikhwah)

Ihsanuzh Zhan (berbaik sangka) terhadap mereka

Menampakkan rasa cinta kepada mereka dan menahan emosi yang hendak meledak serta menghilangkan kedengkian dalam hati

Mendoakan mereka dari jauh: Doa seorang muslim untuk saudaranya adalah do’a mustajab, di atas kepala orang yang berdoa itu ada seorang malaikat yang ditugasi untuk iti, setiap kali orang itu mendoakan saudaranya dengan kebaikan, maka malaikat itu berkata: Amiin, dan untukmu seperti itu juga. (HR. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah dari Abu Darda)

Mengakui dukungan ikhwah dalam keadaan senang dan susah, sebagai ungkapan rasa bahwa kekuatannya sendiri tidak akan berarti dalam kehidupan.

Tidak sampai hati menimpakan bahaya kepada saudaranya, dan segera menghilangkan bahaya itu darinya.

Saling menolong: “Tolonglah saudaramu, baik ia sebagai yang menzhalimi (maksudnya: kita menahannya dari berbuat zhalim) atau di zhalimi”.

Memudahkan urusan sulit saudaranya.

Memberikan nasehat kepadanya: “Tidak tersisa dari kehidupan ini selain tiga hal: Saudaramu yang dari bergaul dengannya engkau mendapatkan kebaikan, jika engkau menyimpang dari jalan, ia akan meluruskanmu: dan cukuplah bagimu dari kehidupan ini bila tidak ada seorangpun yang kamu menjadi beban atasnya; serta shalat berjama’ah yang menangung kelupaannya dan mencakup pahalanya”. Diucapkan oleh Al Hasan Al Bashri rahimahullah.

Akhlaq Berinteraksi dengan Bukan Mahram

1. Mempunyai kepentingan dan tidak ada unsur kemungkaran

2. Menundukkan pandangan (Gadhul Bashor)

“Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka” (An Nur: 31).

3. Tidak bersentuhan termasuk berjabat tangan

4. Tidak berdesakan (ikhtilat), tidak berduaan di tempat sepi (khalwat)

5. Menghindari perjumpaan yang panjang dan berulang-ulang

6. Menghindari dosa yang tampak dan tidak tampak (keinginan-keinginan dalam hati yang dapat merusak iman).

Akhlaq dengan Non-Muslim

Allah telah memberikan petunjuk yang komprehensif mengenai hubungan antara Muslim dan Non-Muslim dalam dua ayat berikut:

“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. 60:8)

“Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang- orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu.Dan barangsiapa menjadikan mereka kawan maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS 60:9)

Pada ayat di atas, dengan menggunakan ekspresi "Allah tiada melarang..." (60:8), Allah menghilangkan pandangan yang tidak tepat bahwa semua non-Muslim adalah sama dan mereka tidak berhak memperoleh perlakuan yang baik, adil, dan ramah dari Muslim. Jadi, Allah telah menjelaskan bahwa kita tidak dilarang untuk bersikap baik dan ramah kepada Non-Muslim secara umum sepanjang mereka tidak memusuhi dan memerangi Muslim.

Satu pertanyaan yang mengganggu sejumlah orang dan kadangkala didiskusikan secara terbuka adalah "Bagaimana kita dapat menunjukkan keramahan, kasih sayang, dan perlakuan yang baik kepada non-Muslim karena Allah Azza Wa Jalla sendiri melarang Muslim untuk mengambil orang-orang yang tak beriman sebagai teman, sekutu, dan pendukung seperti yang tercantum dalam QS 5:51-52(54-55)?"

Jawaban untuk ini adalah bahwa ayat-ayat ini bukanlah tanpa syarat yang bisa diterapkan kepada setiap Yahudi, Kristiani, atau non-Muslim lain tanpa pandang bulu. Menerapkan ayat-ayat ini dengan tanpa syarat adalah kontradiktif dengan ajaran Quran untuk mengasihi dan berbuat ramah kepada orang-orang yang berperilaku baik dan cinta damai dari semua agama. Ayat-ayat dalam QS 5:51-52(54-55) diturunkan berkenaan dengan mereka yang memusuhi dan memerangi Muslim dan Islam mereka yang berlaku dzhalim dan juga menghalang-halangi da’wah. Muslim dilarang untuk membantu dan menjadi teman mereka (QS 3:118-119). Oposisi mereka terhadap Allah bukan hanya dalam masalah keimanan saja, namun telah menjadi sikap permusuhan terhadap Islam dan kaum Muslimin (QS 60:1). Dengan orang-orang semacam ini, persahabatan dan persekutuan adalah dilarang.

Pelarangan berteman dengan musuh-musuh Allah lebih utama lagi ketika mereka lebih kuat dari Muslim; mereka juga telah menghilangkan harapan serta menciptakan ketakutan di kalangan kaum Muslimin. Dalam situasi seperti ini, hanya kaum munafik lah yang berteman dan mendukung mereka. (QS 5:55, QS 4:138-139).

Sampai di sini, mungkin di antara kita ada yang bertanya, bagaimana hukumnya seorang Muslim meminta bantuan dari non-Muslim dalam masalah-masalah yang tak berhubungan dengan masalah agama? Untuk masalah ini kita harus mengerti bahwa tak ada bahayanya bila Muslimin, pada tingkat pribadi maupun pemerintah, meminta pertolongan dari non-Muslim dalam hal-hal teknikal yang tak ada hubungannya dengan masalah agama---misalnya dalam masalah kedokteran, teknik, pertanian, dll. Pada saat yang sama, tentunya kaum Muslimin sangat diharapkan utk mandiri dalam lapangan-lapangan tersebut.

Kita melihat bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri pernah mempekerjakan Abdullah bin Uraiqith, seorang polytheist, untuk menjadi penunjuk jalan sewaktu berhijrah dari Makkah ke Madinah. Jadi, kita boleh meminta tolong kepada non-Muslim dengan syarat bahwa mereka dapat dipercaya.

Selain itu, Muslim diperkenankan untuk memberikan hadiah kepada non-Muslim dan menerima hadiah dari mereka. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pernah menerima hadiah-hadiah dari raja-raja non-Muslim; sementara Ummu Salamah, istri Rasul pernah memberikan hadiah sutera kepada seorang Najashi. Islam menghormati seseorang karena orang tersebut adalah manusia.

5. Akhlaq kepada alam semesta

Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi yang berarti salah satu tugas manusia adalah untuk membangun, mengatur, memakmurkan dan memelihara alam. Salah satu wujud dari akhlaq mulia kita terhadap alam semesta adalah dengan senantiasa menjaga dan memelihara kestabilan alam, mengkaji alam semesta, tidak merusak ekosistem, memiliki belas kasih kepada sesama mahluk, memanfaatkan apa yang ada di alam dengan bertanggung jawab dan tidak berlebih-lebihan.

”Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. 2:30)

KIAT BERAKHLAK MULIA

a. Memiliki Ilmu.

Memahami bagaimana akhlak mulia dan kebutuhan manusia kepadanya serta memahami akhlak tercela dan dampak negatifnya sehingga berusaha menjauhkan diri dari akhlaq tercela.

b . Latihan rutin.

Mengamalkan amalan yang baik dan meninggalkan amalan yang keji (dosa). Berusaha dan bersungguh-sungguh mengulang-ulang perbuatan yang akan dijadikan kebiasaan. Ingat.. PRACTICE MAKES PERFECT J

c. Mengaktifkan semua jenis ibadah yang wajib dan yang sunnah karena akhlaq adalah buah ibadah.

(QS. 29:45, 9:103, 2: 184, 197, 13 : 28).

d. Meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan salafus shalih ( QS. 33 :21) yang dikenal berakhlak terpuji.

e. Bergaul dengan orang -orang shalih.

f. Meninggalkan lingkungan yang rusak dan mencari lingkungan yang baik

g. Membiasakan diri menerima nasehat orang lain.

Secercah Hikmah

Pernah ada lelaki dengan watak buruk. Ayahnya memberi dia sekantung penuh paku, dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.

Hari Pertama dia memaku 37 batang di pagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku pagar.

Dan akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya. Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri atau bersabar. Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.

Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata, “Anakku, kamu telah berlaku baik tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada di pagar. Pagar ini tidak akan kembali seperti semula. Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan seperti pada pagar. Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabut nya kembali tetapi kau meninggalkan luka. Tak peduli berapa kali kau meminta maaf atau menyesal, lukanya akan tertinggal. Luka melalui ucapan sama perihnya dan behkan lebih perih dari luka fisik.”

Maraji’

Al-Qur’anul Karim

Adab Ta’alamul Ikhwah

Akhlaq di Dalam Islam, Akhmad Yunianto

Buku Panduan Mentoring Agama Islam FTI UII 2005

Islam dan Dakwah, Ahmad W. Pratiknya

Kuliah Akhlaq, Yunahar Ilyas

Kumpulan Materi Kajian Rohis : Biro Pelajar Masjid Agung Sleman

Kurikulum UPN Veteran

Makalah Marhalah Qital, Setiaji Heru Saputro

Memantik Terang Cahaya Keilmuan, PKP AAI

Mencari Mutiara di Dasar Hati, Muhammad Nursani

Meniti Jalan Islam, FS-PAI Jama’ah Shalahuddin UGM

Panduan Pembinaan Generasi Muslim : Lembaga Pengembangan Potensi Insani (LP2I)’01

Semulia Akhlaq Nabi, Amru Khalid

Super Mentoring Panduan Keislaman untuk Remaja, Novi Hardian&Tim ILNA Learning Center

"The Lawful And The Prohibited In Islam", Yusuf Al-Qardhawi.

Ditulis Oleh : Mita Hafsah S (Tim AAI FKUGM '07)

0 comments:

Blogger Templates by Blog Forum